Selain peralatan tempur canggih, para personil militer di Indonesia juga memiliki beladiri yang mematikan. Beladiri militer umumnya memiliki standar khusus yang diperlukan untuk situasi – situasi sulit. Beda kesatuan beda pula beladiri yang digunakan. Namun secara garis besar, inilah beladiri andalan dari pasukan Militer Republik Indonesia.
Istilah Yongmoodo berasal dari kata Hankido yang dikembangkan di Korea pada tahun 1976. Kemudian namanya berganti menjadi Kukmodo dan berubah menjadi Yongmoodo. Yongmoodo berasal dari 3 suku kata yaitu :
1. YONG berarti naga. Naga di agungkan oleh banyak orang yang dipercaya memiliki kemampuan mistik. Naga juga diyakini mampu terbang mengeluarkan api dari mulutnya, hidup dibawah air atau dibawah tanah, menguasai alam yang dapat menyebabkan terjadinya Tsunami, gempa bumi dan membawa kemakmuran serta keberuntungan bagi yang mempercayainya.
2. MU atau MOO berarti Beladiri yang menunjuk pada pertempuran yang mengacu pada prtempuran dan perkelahian, pertahanan dan strategis, fisik, mental, serta fisikologi.
3. DO berarti cara berlatih dan cara hidup, pandangan hidup yang kosong dan berisi Philosopi serta kemampuan belajar dari alam, hidup dan perkelahian ,melawan alam.
Kung Fu adalah beladiri asal negeri Tirai Bambu yang pada awalnya hanya dipelajari oleh biksu dari kuil Shaolin. Namun sekarang beladiri ini telah menyebar luas dan dipelajari oleh TNI. Makna dari Kung Fu sangatlah luas, kurang lebih artinya adalah sesuatu yang diperoleh dalam waktu yang lama dan dengan ketekunan yang tingi.
Pasukan elit dari TNI pernah dilatih kungfu oleh seorang keturunan Tionghoa yang bernama Efendi. Efendi dikenal sebagai seorang pendekar kungfu yang pernah berlatih di berbagai tempat. Keahliannya dalam kungfu diminati oleh TNI, yang pada akhirnya memintanya untuk melatih pasukan Kopassus.
Kepiawaian anak didik Efendi terlihat pada saat ada kunjungan istimewa dari panglima tentara Jerman. Banyak seni beladiri andalan TNI yang ditampilkan, salah satunya adalah silat Merpati Putih. Namun penampilan dari Kungfu lah yang berhasil membuat panglima Jerman kagum. Karena itu, setelah penampilannya di depan panglima Jerman tersebut, semangat Efendi makin terpacu untuk melatih pasukan Kopassus dengan lebih intens.
3. Merpati Putih
Merpati Putih atau disingkat MP merupakan salah satu dari perguruan silat yang ada di Indonesia. Silat ini mengajarkan pertempuran tangan kosong dan juga merupakan salah satu beladiri bagian dari budaya bangsa Indonesia. Sejarah Merpati Putih sendiri bermulai sekitar tahun 1550-an, ilmu beladiri ini adalah salah satu dari anggota Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI) dan juga Martial Arts Federation For World Peace (MAFWP).
Merpati putih dipastikan adalah seni beladiri asli warisan dari nenek moyang bangsa Indonesia. Beladiri ini tadinya hanya diajarkan pada keluarga keraton yang diwariskan secara turun temurun kepada generasi berikutnya. Namun sekarang atas wasiat dari sang guru, ilmu beladiri Merpati Putih dapat disebar luaskan agar dapat berguna bagi negara.
Beladiri ini mengajarkan tenaga dalam yang berasal dari dalam tubuh sendiri. Dengan menggunakan teknik olah napas, para pengguna beladiri ini dapat mengeluarkan kemampuan fisik diatas manusia normal.
Pada dasarnya, semua manusia memiliki tenaga dalam di dalam tubuhnya yang dapat diaktifkan pada kondisi terdesak, seperti dikejar anjing, latihan Merpati Putih mampu membuat penggunanya dapat menggunakan tenaga dalam tanpa harus mengalami kondisi terdesak terlebih dulu.
Walaupun beladiri ini tidak dijadikan sebagai beladiri utama dalam tubuh pasukan militer Indonesia. Namun, peminatnya tetaplah banyak, terbukti dari beberapa pasukan elit atau khusus yang menggunakan Merpati Putih. Beberapa pasukan khusus yang menggunakannya antara lain adalah: pasukan elit Marinir, pasuka elit Kopaska (TNI AL), Paskhas (TNI-AU) dan juga Brimob (kepolisian).
4. Karate
Beladiri asal negeri Sakura ini merupakan beladiri yang cukup populer di Indonesia. Anda bisa menemukan beladiri ini di hampir setiap sekolah yang ada di Indonesia. Beladiri ini mendapatkan pengaruh dari beladiri asal Cina yang bernama Kempo. Karate pada awalnya disebut dengan nama “Tote” atau “Tangan Cina”. Kemudian karena masyarakat Jepang pada saat itu memiliki rasa nasionalis yang tinggi, nama Tote lalu diubah menjadi ‘Karate'(tangan kosong) agar mudah diterima oleh masyarakat Jepang.
Karate digunakan oleh TNI karena memiliki falsafah hidup yang cocok dengan nilai-nilai pada kesatuan TNI. Falsafah karate diantaranya adalah kejujuran (Gi), keberanian (Yuu), sopan santun (Rei), berjiwa positif (Seishin) dan memiliki semangat tinggi (Seiki). Selain itu, dengan berlatih karate dapat meningkatkan kemampuan fisik dan mental yang berguna untuk membela negara.
Untuk berlatih karate dengan maksimal, Kopassus mendatangkan pelatih langsung dari Jepang. Dipilih orang yang benar-benar ahli dalam Karate dari Jepang untuk melatih Kopassus. Sebagai satuan elit, tentunya Kopassus sudah memiliki basic ilmu beladiri, salah satunya adalah Silat.
5. Tarung Derajat
Olahraga Tarung Derajat diciptakan oleh seorang putra bangsa Indonesia yaitu Sang Guru (Haji Achmad Dradjat, Drs.), yang akrab disapa dengan nama populernya “AA-BOXER”. Olahraga ini dilahirkannya sebagai suatu seni ilmu beladiri dengan memiliki aliran dan wadah tersendiri tanpa berapliasi dengan aliran lain dan organisasi beladiri lainnya yang ada di bumi Indonesia, serta tidak mengadopsi dan bukan gabungan dari beladiri lain seperti pencak silat, karate, taekwondo, kempo, judo, gulat dan tinju. Namun, keberadaan Tarung Derajat tidak juga muncul dengan sendirinya, akan tetapi memiliki latar belakang suatu riwayat perjalanan hidup Sang Guru dan diridhoi oleh keagungan Tuhan Yang Maha Esa.
Beladiri ini, lahir atau muncul dari pengalaman hidup yang pernah dilakoni oleh Sang Guru dimana sekitar tahun 1968 hingga tahun 1970-an, anak muda ini waktu itu sering terlibat aksi kekerasan pisik, penganiayaan, perkelahian, pemerasan, dan penghinaan (AD/ART Kodrat: 1994). Keadaan itu, tentu bukan dia yang memulainya, tapi timbul dalam keterpaksaan “kalau ada orang yang menjahati saya, masak saya diam saja? katanya dalam (Matra, Mai: 1997). Dari berbagai perkelahian dengan pereman di pusat kota Bandung-Jawa Barat, Sang Guru selalu menang, pada hal dilihat dari postur tubuhnya yang berbobot sedang tidak meyakinkan untuk mengatasi lawan. Melihat kehebatan Sang Guru waktu itu, rupanya banyak dari gorombolan pereman yang tidak suka dengannya, maka kelompok peremanisme membuat suatu siasat untuk menghabisi Sang Guru. Mengingat jumlah preman cukup banyak, maka dia segera menghindar dari gorombolan itu. Tapi mereka terlanjur dikuasai emosi segera mengejar Sang Guru seraya meneriakkan maling. Mendengar teriakan itu, orang-orang yang tengah berada di pasar malam ketika itu, ikut memburunya sampai ia terkepung dan ramai-ramai memukulinya sampai ia terkulai lemas dan kondisi tubuhnya sangat menyedihkan.
Semenjak peristiwa pahit itu, Sang Guru mulai merenung untuk menyisiasati diri, mengasah kemampuan mempelajari berbagai jenis beladiri antara lain pencak silat dan karate. Tapi ia tetap tidak puas, alasannya semua itu belum bisa membalas sakit hatinya. Pertanyaan selalu muncul dalam benaknya “Jenis beladiri apakah yang bisa mengangkat kehormatan saya supaya tidak dihina dan disakiti orang?” Kemudian timbul pikiran dalam dirinya untuk menciptakan teknik beladiri dari berbagai beladiri yang pernah dipelajarinya yaitu memadukan lima unsur fungsi gerakan beladiri, seperti: memukul, menendang, menangkis, membanting dan mengelak. Setiap hari kelima fungsi ini diputuskannya dipelajari, diasosiasi dan dipraktekkan sendiri dalam kehidupannya, minimal empat jam sehari dia berlatih dan menemukan teknik-teknik praktis dan efektif, serta merangkai gerakan seni beladiri yang akrobatis dan indah ditonton oleh masyarakat.
Setelah merasa matang dengan ilmu baru yang dia kemas (konsep) sendiri dan dipraktekkannya kepada orang-orang yang mencoba memeras atau membuat masalah selalu dilayaninya. Para berandal dianggap Sang Guru paling tepat untuk menguji teknik beladirinya itu. Ketika itu “terpukul oleh lawan, kok tidak terasa sakit?” tanyanya kepada diri sendiri. “Kesaktian” itu rupanya cukup membawa manfaat. Setiap kali ada orang yang dianiaya atau disakiti oleh berandalan (preman), maka Sang Guru bisa berbuat sesuatu menegakkan kebenaran. Dari sinilah namanya mulai dikenal sebagai pembela orang-orang yang disakiti secara pisik dengan sebutan AA-BOXER yang memiliki kemampuan beladiri yang luar biasa, yakni bertenaga: kuat, cepat, tepat, berani dan ulet, sehingga dia sering menyebutnya keberhasilan pergerakanTarung Derajat sebagai dasar filosofis gerak tubuh ditentukan oleh lima khas kunci kemampuan.
Latihan fisik Tarung Derajat sangatlah keras, mulai dari menahan pukulan sampai dengan memecahkan batako dengan kepala.
Sekarang beladiri ini banyak digunakan oleh kalangan militer maupun polisi. Tarung derajat juga sudah menjadi beladiri resmi POLRI.
Bagaimana guys?! Apa beladiri pilihan kalian?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar